Motor-motor ini tidak tampak seperti motor yang biasanya, sebagian besar bodinya tidak terpasang. Bahkan, bagian
spare part motor ditaruh seadanya saja.
Motor ini memang tidak dilihat dari segi penampilannya, namun dinilai dari kemampuannya berpacu dalam arena balap.
Drag Races atau yang biasa juga disebut Trek-trekan adalah adu balap
memacu motor melewati dua lintasan lurus sejauh seperempat mil antara 2
pembalap. Pemenangnya adalah yang memiliki catatan waktu paling singkat
melewati garis finis.
Perkembangan Drag Races di Indonesia tidak secepat lomba motor
lainnya seperti road race dan motorcross. Hanya beberapa daerah di pulau
Jawa yang kerap mengadakan event perlombaan seperti ini.
Jarangnya event yang mengadakan Drag Races secara resmi membuat
sebagian biker turun ke jalan dengan mengadakan balapan liar. Drag Races
ini bahkan memiliki komunitasnya tersendiri, namun tidak ada wadah
dalam ajang Internasional.
SISI LAIN BALAP MOTOR DRAG
SUARA knalpot sepeda motor yang mengganggu telinga meyeruak di tengah
panasnya kota Bekasi akhir pekan lalu. Ratusan sepeda motor berjajar
rapih dalam tenda-tenda yang didirikan disekitar kompleks perumahan.
Salah satu akses jalan raya dalam perumahan itu pun ditutup.
Rupanya kelompok anak-anak muda tersebut akan bersiap mengadakan
kontes adu kecepatan dalam trek lurus (drag bike). Motor-motor yang
digunakan tampak asing, sebagian besar tidak memasang bodi motor.
Bahkan, komponen sepeda motor lainnya seperti jok ditaruh seadanya saja.
Motor ini memang tidak dilihat dari segi penampilannya, namun dinilai
dari kemampuannya berpacu dalam arena balap. Dua lintasan lurus sejauh
seperempat mil digunakan untuk mengadu dua pebalap. Pemenangnya adalah
yang memiliki catatan waktu paling singkat melewati garis finis.
Sekilas mengenai sejarah drag bike di Indonesia, tidak seperti lomba
motor lainnya seperti road race dan motorcross, kompetisi ini seperti
ada dan tiada. Awal kemunculan balapan ini pada tahun 1995-an. Namun
kurangnya event dan jenjang internasional membuat, gemerlap drag bike
kembali redup.
Jarangnya event yang mengadakan ajang balap secara resmi, membuat
sebagian penghobi balapan jenis ini turun ke jalan dengan mengadakan
balapan liar. Seperti yang dituturkan salah satu pelaku drag bike Dadan
Priandana (31).
Menurutnya ajang balap jenis ini jarang sekali digelar, sementara
persaingan gengsi antara pebalap liar drag bike semakin ramai. “Jarang
drag race diselenggarakan di Bandung. Karena itu biasanya adu balap
dilakukan di monumen perjuangan Bandung pada sore hari,” ujarnya.
Hingga dua tahun silam, drag bike mulai kembali ramai. Terlebih
dengan masuknya tren baru drag bike kelas skuter matik (skutik). Begitu
wabah skutik melanda, para pembalap liar dan pemodifikasi motorpun
beralih pandangan.
Jika sebelumnya motor laki seperti Honda Tiger dan CB yang jadi basis
andalan untuk terjun di kelas Free For All (FFA), dengan kemunculan
skutik yang berbodi yang kecil, ringan dan bertenaga sangar ini spontan
menjadi bintang untuk dijadikan pacuan.
Kapasitas mesin pun ditingkatkan, dari semula 125 cc menjadi 350 cc.
Melihat perkembangan tren balap motor kelas matik ini, pihak
penyelenggara optimis drag skutik banyak menuai peserta baru.
Puluhan juta pun rela digelontorkan penghobi balap ini, asalkan motornya
jadi paling tercepat diantara para pesaingnya. seperti dilakukan Dadan
untuk ‘mengorek’ (merombak mesin) Kawasaki Ninja miliknya, Dadan
menghabiskan dana lebih dari Rp 10 juta. Sementara untuk skuter matik,
dia bisa habiskan dana lebih dari Rp 20-30 juta.
Namun, permasalahan penghobi balap ini tidak sekedar wadah
penyelenggaraan saja. Ini juga terkait dengan aturan penyelenggaraan dan
jenjang prestasi internasional ajang drag bike ini bagi pebalap
Indonesia.
*
Unsur Keamanan Ditanggalkan*
Salah seorang pemerhati dan penyelenggara yang sering mengelar ajang
ini, Sigit Widiyanto dari Flip Motoracing Division (FMD) mengatakan tata
cara perlombaan yang dibuat Ikatan Motor Indonesia (IMI) masih rancu.
“Drag motor ini memang belum mapan seperti drag mobil. Sehingga masih
banyak tata aturan lomba yang harus diperbaiki,” katanya.
Salah satu aturan yang kurang tegas diberlakukan menurut pengamatan
Torsimax
adalah perihal perlengkapan keselamatan balapan. Pada suatu ajang drag
bike di Bekasi, Minggu (4/4) lalu terlihat banyak peserta hanya
menggunakan helm tanpa wearpack lengkap untuk balapan.
“Terpenting peserta pakai helm dan jaket tebal saja, karena resiko
balapan ini kecil tidak seperti pada ajang road race,” tukas Sigit yang
juga berperan sebagai Ketua penyelenggara ajang balapan itu.
Sementara dari pihak pabrikan nampak enggan serius turun mensponsori
ajang ini, karena ajang ini dinilai jenjang prestasi pebalap drag tidak
jelas di kelas internasional. Seperti dituturkan Ari Wibisono,
Motorsport Manager PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI).
“Kami (Yamaha Indonesia) sangat fokus membawa merah putih berkibardi
dunia internasional. Tapi ajang drag bike jenjangnya ke internasional
muter-muter dan terlalu jauh,” katanya.
Kesulitan itu akhirnya membuat pihak Yamaha hanya membantu bagi
pihak-pihak yang ingin mengembangkan riset motor mereka untuk lebih
cepat. Menurut penuturan Ari, Yamaha Indonesia juga sangat terbantu imej
motor mereka, khususnya skutik mampu merajai kelas bergengsi drag bike
di Indonesia.
“Walaupun kami tidak intens ke arah drag bike, tapi kami banyak
membantu peserta ajang drag bike konsultasi atau mencari komponen drag
yang mereka perlukan,” ungkapnya.
Suatu wadah untuk meminimalisir kegiatan balap drag bike liar, memang
sungguh dibutuhkan. Tapi tanpa dukungan aturan, sponsor dan banyak
pihak terkait, maka hasilnya akan sia-sia.